Konservasi Laut: Melindungi Ekosistem Terumbu Karang dari Polusi Mikroplastik

Admin/ Oktober 2, 2025/ Berita

Terumbu karang sering disebut sebagai hutan hujan di bawah laut karena kekayaan biodiversitasnya dan perannya yang krusial dalam menopang kehidupan laut. Namun, saat ini, ancaman polusi mikroplastik telah menjadi bahaya tersembunyi yang mengancam kelangsungan hidup terumbu karang. Upaya Melindungi Ekosistem terumbu karang dari serangan partikel plastik berukuran mikroskopis ini memerlukan pendekatan multi-sektor, mulai dari pengurangan sumber polusi di darat, inovasi teknologi pembersihan, hingga penegakan hukum yang keras. Keberhasilan dalam Melindungi Ekosistem ini adalah cerminan dari komitmen Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia untuk menjaga warisan alamnya dan menjamin ketahanan pangan dari sektor perikanan.


Ancaman Mikroplastik Terhadap Terumbu Karang

Mikroplastik adalah fragmen plastik berukuran kurang dari 5 milimeter yang berasal dari degradasi sampah plastik yang lebih besar atau langsung dari produk kosmetik dan tekstil. Terumbu karang sangat rentan terhadap polusi ini karena mereka secara aktif menyaring air untuk mencari makanan. Ketika mikroplastik terserap, ia dapat menyebabkan stres pada polip karang, mengurangi kemampuan mereka untuk mencerna makanan, dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (data non-aktual) yang dipublikasikan pada Juli 2025, menunjukkan bahwa konsentrasi mikroplastik di perairan terumbu karang di kawasan Pulau Seribu, Jakarta, telah mencapai rata-rata 500 partikel per meter kubik. Konsentrasi setinggi ini meningkatkan risiko karang mengalami bleaching (pemutihan) dan kematian. Temuan ini menegaskan betapa mendesaknya tindakan yang terstruktur untuk Melindungi Ekosistem karang.


Strategi Pengurangan Sumber Polusi Darat

Mengingat bahwa sebagian besar mikroplastik berasal dari aktivitas di darat (sungai, sistem drainase, dan pengelolaan sampah yang buruk), strategi konservasi harus dimulai dari hulu. Pemerintah daerah didorong untuk membangun dan meningkatkan infrastruktur pengelolaan limbah padat dan cair.

Sebagai contoh, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan pemerintah daerah di Provinsi Bali telah meluncurkan program pemasangan trash barrier (penghalang sampah) di muara-muara sungai utama. Program yang dimulai pada Oktober 2024 ini menargetkan pengurangan sampah plastik yang masuk ke laut hingga 60%. Selain itu, regulasi yang mengatur limbah cair industri, terutama yang mengandung microbeads dari kosmetik atau serat sintetis dari laundry, juga diperketat. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Badung, Bapak I Wayan Sudiarta, S.E., M.Si. (bukan nama sebenarnya), mengumumkan pada hari Senin bahwa 15 industri kecil telah diberikan peringatan keras karena melanggar aturan pembuangan limbah pada kuartal I tahun 2025.


Penegakan Hukum dan Inovasi Pembersihan

Upaya konservasi harus didukung oleh penegakan hukum yang tidak pandang bulu terhadap pelaku pencemaran. Pelaku usaha yang terbukti melakukan pembuangan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) atau sampah dalam jumlah besar harus ditindak tegas.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), melalui Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) Baharkam, memainkan peran penting dalam patroli dan penindakan di wilayah perairan. Pada operasi yang dilaksanakan di perairan Kepulauan Riau pada Agustus 2025, Ditpolairud berhasil menangkap kapal yang sengaja membuang limbah plastik dari luar negeri.

Di sisi inovasi, komunitas konservasi dan universitas didorong untuk mengembangkan teknologi pembersihan lautan yang efektif. Universitas Hasanuddin (Unhas) di Makassar saat ini sedang menguji coba prototipe teknologi penyaring mikroplastik yang dapat dipasang di sekitar zona terumbu karang. Harapannya, teknologi dan sinergi antar pihak ini dapat menciptakan lingkungan laut yang lebih aman, memastikan bahwa terumbu karang dapat pulih dan terus berfungsi sebagai pusat biodiversitas laut.

Share this Post